Perusahaan
yang menerapkan manajemen sumberdaya manusia strategik (MSDM) dicirikan
oleh adanya rencana dan pengembangan karir bagi para karyawannya
(manajemen dan non-manajemen). Dengan kata lain tiap individu karyawan berhak memiliki peluang untuk mengembangan karirnya. Namun dalam prakteknya mengapa ada saja karyawan yang karirnya terlambat,
dan bahkan mandeg atau mentok. Biang keladinya bisa jadi karena ada
yang salah dalam sistem penilaian kinerja karyawan dan bisa juga adanya
perlakuan diskriminasi. Di sisi lain dengan asumsi sistem karir di
perusahaan dinilai andal maka berarti yang menjadi faktor penyebab
keterlambatan karir datangnya dari individu bersangkutan.
Beberapa
kasus tentang karir karyawan yang sering ditemukan adalah (1) karyawan
dengan cukup cerdas dan ketrampilannya yang hanya sebatas standar tetapi
karirnya melaju cukup cepat sesuai dengan tahapannya; (2) karyawan yang
cerdas dan trampil namun karirnya relatif lambat; dan (3) karyawan yang
kurang cerdas dan kinerjanya pun pas-pasan dan karirnya pun sangat
terlambat. Kasus (1) dan (2) menimbulkan pertanyaan mengapa hal itu
sampai terjadi? Lalu kalau begitu faktor-faktor apa saja yang
dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan karir seseorang.
Selain
faktor kecerdasan intelektual dan ketrampilan kerja, salah satu faktor
yang dipertimbangkan dalam menentukan karir seseorang adalah unsur
kematangan emosi sang karyawan. Mengapa demikian? Kematangan emosi
adalah kemampuan mengendalikan emosi tertentu secara stabil sesuai
dengan perkembangan usianya. Semacam ada kemampuan
seseorang yang mumpuni dalam merespon atau bereaksi terhadap fenomena
tertentu. Misalnya ketika menghadapi konflik internal dalam tim kerja.
Disitu setiap individu karyawan bekerja dalam suatu sistem yang
memiliki ciri-ciri interaksi sosial. Idealnya proses umpan balik pun
terjadi. Kemungkinan yang bakal terjadi adalah suasana kerja padat
konflik dan bisa juga suasananya nyaman. Karena itu setiap karyawan
harus mampu mengendalikan emosinya untuk menciptakan, mengembangkan dan
memelihara tim kerja yang kompak.
Pada dasarnya kematangan emosi dan kecerdasan emosi seorang karyawan mengandung motif yang sama. Di dalamnya ada kemampuan mengelola
diri yang intinya berangkat dari kemampuan mengenali diri sendiri.
Setelah mampu mengenali diri sendiri maka ia seharusnya mampu memotivasi
dirinya dan mengelola emosinya dalam berhubungan dengan
orang lain dengan baik. Sebaliknya kalau seseorang tidak mampu
mengendalikan emosinya terjadilah penyimpangan atau kekacauan emosional;
misalnya perilaku egoistis, egosentris, apriori, prasangka buruk, dan
asosial. Dalam situasi seperti itu maka yang terjadi adalah timbulnya
reaksi berlebihan dan negatif dari sang karyawan. Ia merasa setiap
fenomena lingkungan kerjanya selalu dipandang bakal mengancam dirinya.
Esktremnya harus dilawan. Yang paling bahaya adalah timbulnya unsur
destruktif, jauh dari perilaku konstruktif. Bisa juga ada yang bersifat
pesimis atau merasa kurang percaya diri kalau akan mengusulkan kenaikan
karir. Padahal sifat seperti itu akan merugikan dirinya sendiri. Lambat
laun kalau karyawan berpikiran negatif tidak mampu mengendalikan dirinya
maka karirnya akan terhambat. Lantas bagaimana sebaiknya?
Proposisi
tentang hubungan antara dimensi emosi dan karir adalah semakin baik
kematangan emosi seseorang berhubungan dengan semakin besar peluang
karirnya meningkat. Manajemen puncak akan memberi persetujuan kenaikan
karir kepada karyawannya dengan pertimbangan yang bersangkutan dinilai
bakal mampu menangani pekerjaan yang lebih berat. Disamping itu mereka
harus mampu bekerjasama dan bahkan memiliki jiwa kepemimpinan dalam satu
tim kerja. Untuk itu unsur kematangan emosi karyawan menjadi
pertimbangan yang sangat penting. Dengan demikian disamping perusahaan
harus memiliki perencanaan dan pengembangan karir yang efektif maka ada beberapa hal yang yang harus dilakukan karyawan yakni:
- Selalu melakukan evaluasi diri khususnya yang menyangkut faktor-faktor intrinsik personal yang
memengaruhi kinerja. Dengan evaluasi, karyawan akan mampu mengetahui
kekuatan dan kelemahan dirinya khususnya tentang kematangan emosinya.
- Kalau
sudah diketahui bahwa kematangan emosi masih rendah maka yang dapat
dilakukan adalah memahami sisi kelemahan ketidakmatangan emosi, memahami
faktor-faktor penyebab timbulnya emosi berlebihan, dan mencari upaya
untuk memerkuat kematangan emosi. Kalau perlu konsultasi kepada konselor
atau psikolog.
- Melakukan
hubungan sosial secara bersahabat dan intensif baik pada jalur
horizontal maupun vertikal. Semakin tinggi intensitas hubungan semakin
banyak unsur kehidupan sosial yang bisa dipelajari. Intinya ada
pembelajaran sosial khususnya dalam mengendalikan emosi yang berguna
untuk membangun simpati dan empati serta memerkecil konflik.
- Mengikuti
pelatihan dan banyak membaca buku-buku praktis tentang kepribadian,
pengelolaan diri, dan pengembangan kematangan emosi. Tujuannya adalah
disamping meningkatnya kadar kognitif dan kecerdasan sosial juga semakin
matangnya emosi/kepribadian karyawan.
- Membuat rencana umum pengembangan karir individu untuk selama siklus kehidupan sebagai pekerja. Semacam road map
pengembangan karir. Isi rencana spesifik paling tidak meliputi apa saja
output karir yang diharapkan dalam kurun waktu tertentu serta apa saja
langkah-langkahnya. Dengan demikian rencana tersebut sekaligus dapat
dijadikan sebagai rujukan dan pedoman dalam merumuskan langkah-langkah
operasional.
Karir
tidak semata-mata diposisikan sebagai hak individu karyawan. Tetapi
juga sebagai “kewajiban” diri sendiri dalam membangun kepercayaan dari
pihak manajemen. Karena itu setiap karyawan seharusnya menyiapkan
potensi dirinya antara lain dalam hal kematangan emosi. Kematangan atau
kedewasaan yang dicerminkan oleh percaya diri, sabar, tanggung jawab,
menerima dirinya, mau memahami orang lain (tidak egoistis/sentris), dan
bahkan punya rasa humor. Tentunya berikut langkah-langkah operasional
pencapaian cita-citanya. Semua itu disusun dalam suatu rencana
sistematis sebagai unsur motivasi untuk meraih karir tertentu. Dengan
kata lain tiap individu tidak statis dalam mengembangkan karirnya. Plus
tidak mudah patah arang ketika sempat mengalami kegagalan pencapaian
karir tertentu. Selamat berkarir.